Balada Pedesaan

balada pedesaan

Di sudut pedesaan

Udara pagi begitu segar menerpa lalu lalang para Ibu-ibu tua  

yang hendak ke ladang

Ikhlas menginjakkan kakinya di jalan setapak 

sesak dengan butiran embun

Hanya itu yang bisa Aku sampaikan.


Di sudut pedesaan 

Kesibukan tidak bisa mengalahkan segalanya

Terik matahari jam 10 pagi menyisakan kisah masa lampau para pejuang yang sedang beristirahat di bawah pohon Nangka

Hanya itu yang bisa aku sampaikan.


Di sudut pedesaan

Sungai yang jernih dengan pohon di tepinya yang begitu menyegarkan

Sementara seekor belalang sibuk mencari tempat sembunyi di balik rumpun padi yang sudah menguning itu

Hanya itu yang bisa aku sampaikan.


Di pematang sawah sudut pedesaan itu

Para petani tersenyum dengan penuh ketulusan

Keangkuhan yang datang sewaktu-waktu tetap tidak berlaku bagi dia yang penuh rasa syukur atas nikmat sebutir padi

Hanya itu yang bisa aku sampaikan.


Pada jam 17.20 di pedesaan

Seorang kakek tua segera bergegas menuju langgar di samping kolam ikan dengan setiap sudutnya berhiaskan pohon Serut dan Sancang yang terlihat cantik bentuknya

Hanya itu yang bisa aku sampaikan. 


Sebelum Maghrib benar-benar datang di pedesaan

Khalayak remaja tanggung segera menghentikan pertandingan sepak bolanya

Sementara bocah-bocah dengan cepat masuk ke rumahnya masing-masing setelah Kakek tua melantunkan tarhim yang begitu merdu

Hanya itu yang bisa aku sampaikan.


Selepas Isya di pedesaan

Santri-santri kobong berpeci putih berhamburan keluar langgar lalu asyik mencari kunang-kunang di jalan setapak menuju rumah mereka

Hanya itu yang bisa aku sampaikan.


Sebelum rembulan tenggelam di bukit Mayana

Para jangkrik sibuk berdendang, sementara katak-katak senantiasa bertasbih dan menjadikan nyanyian malam itu begitu sempurna sehingga menelisik ke celah gedheg kokoh itu hingga sampai ke telinga kakek tua dan mengantarkan tidurnya

Hanya itu yang bisa aku sampaikan.


Sebelumnya, itu adalah penggalan kisah dari kakekku yang kurang pandai bersyair

Saat ini hanya itu yang bisa aku sampaikan kembali pada anakku kelak, sesuai dengan apa yang kakek sampaikan. Tanpa air mata.


Penulis : Tuan Bono


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url